Selasa, 01 November 2011

Ekopastoral Fransiskan: Memperjuangkan Kelestarian Lingkungan


HIDUPKATOLIK.com - Pagal adalah sebuah kota kecamatan yang letaknya 20 km dari Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggarai Timur. Mayoritas penduduknya adalah petani.

Daerah ini terletak di lembah dan diapit oleh dua bukit kecil. Pagal merupakan daerah yang subur. Di sinilah, Ekopastoral Fransiskan berada. Ekopastoral adalah salah satu divisi kerja Komisi JPIC-OFM yang memberi perhatian pada upaya pelestarian lingkungan.

Pada 1999 gerakan ini mulai dirintis oleh Pastor Mike Peruhe OFM. Dan, kini ia sedang belajar di Australia. Intensi awalnya adalah untuk mencari solusi terhadap krisis moneter yang kala itu menimpa Indonesia. Karena efek dari krisis tersebut juga sampai pada masyarakat kecil.

”Tahun 1998-1999, Indonesia mengalami krisis moneter yang hebat. Begitu mahal harga yang harus dibayar oleh rakyat. Kehidupan ekonomi masyarakat menyedihkan, lebih-lebih bagi petani kecil di pedesaan,” tutur Pastor Mike.

Dalam kurun waktu yang sama, di Manggarai terjadi krisis lingkungan yang hebat. Fakta degradasi lingkungan makin serius. Produktivitas lahan pertanian rendah karena dampak penggunaan pupuk, pestisida, dan herbisida yang berlebihan.

”Di Pagal, misalnya banyak sawah tidak subur lagi. Karena itu, petani harus menggunakan pupuk yang makin banyak, sehingga biaya produksi makin meningkat, sementara hasil yang diperoleh cenderung tetap, bahkan menurun,” imbuhnya.

Kondisi seperti ini harus dilihat sebagai tantangan. Lantas, bersama beberapa saudara Fransiskan di Flores, Pastor Mike menggerakkan kaum muda untuk mulai merintis ekopastoral. Fokus utamanya adalah pengenalan dan pengembangan pola pertanian organik.

Pastor kelahiran Lembata-Flores ini menegaskan, meski awalnya gerakan ini tidak mendapat dukungan, namun ia tetap berani mengambil langkah. ”Ada target tertentu yang mau kami capai,” ujarnya.

Pastor Mike mengaku, ekopastoral pada dasarnya berdiri di atas tiga landasan ekoteologis yang dipengaruhi oleh spiritualitas Fransiskan. Pertama, memelihara dan melestarikan segenap ciptaan adalah bukti cinta dan hormat kepada Sang Pencipta.

Kedua, ciptaan adalah saudara yang memiliki nilai yang sama di hadapan sang Pencipta. Ketiga, ciptaan adalah imago Dei, jejak kaki Sang Pencipta. Karena itu, bagi Pastor Mike, opsi untuk melestarikan lingkungan hidup dimaknai sebagai mandat Sang Pencipta.

Dalam perjalanan waktu, karya ini mendapat angin segar. Dalam kurun waktu yang singkat, ekopastoral menggelar pelatihan pembuatan pupuk organik di berbagai tempat. Harapannya, agar spirit gerakan ini bisa menjangkau semakin banyak orang. Untuk itu, salah satu langkah yang ditempuh adalah pembentukan kelompok tani. Lalu, agar apa yang diperkenalkan lewat pertanian organik bisa langsung diakses oleh masyarakat, ekopastoral menyiapkan lahan contoh, berupa sawah, kebun sayur, dan hutan terpadu. Lahan-lahan ini diolah dengan sistem pertanian organik, sehingga menjadi tempat pembelajaran masyarakat.

Sumbangan Gereja

Fr Andre Bisa OFM, yang pernah setahun bekerja di ekopastoral, melihat pengaruh gerakan ini bagi Gereja di Keuskupan Ruteng. Ia melihat ekopastoral menjadi salah satu solusi strategis untuk menjawab persoalan, di mana Gereja belum menunjukkan perhatian yang cukup pada pengembangan ekonomi umat, khususnya di bidang pertanian.

Selain memperkenalkan praktik pertanian organik, ekopastoral juga melaksanakan program konservasi mata air, hutan, dan lahan kritis, pengembangan pangan lokal, daur ulang sampah, serta produksi pupuk bokasi untuk dipasarkan.

 
Akrab dengan alam: Para staf ekopastoral mengadakan ibadat ekologi di kebun yang siap ditanami. [Ryan Dagur]
 

Dalam beberapa tahun terakhir, ekopastoral juga berupaya memperluas sasaran animasinya. Disadari bahwa pengenalan pertanian organik, tidak hanya perlu untuk para petani tetapi juga untuk anak-anak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Hal ini ditempuh lewat pengenalan mata pelajaran Pertanian Organik (PO). Sejumlah sekolah di Manggarai telah menjadikan PO sebagai muatan lokal.

”Saat sekolah-sekolah lain memilih bahasa Inggris, sekolah-sekolah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan kelompok petani memilih PO sebagai muatan lokal,” demikian informasi Pastor Thobias Harman OFM, yang kini menjadi Kordinator Pelaksana Ekopastoral.

Untuk menunjang hal ini, lewat kerjasama dengan berbagai pihak, ekopastoral menerbitkan buku pelajaran PO. Bagi Pastor Thobias, langkah ini ditempuh agar generasi muda mengenal dan mengalami langsung keunggulan pertanian organik. Lalu, generasi muda mampu memahami persoalan ekologi yang ada di sekitar mereka dan menghargai petani sebagai profesi yang tidak lagi dipandang sebelah mata.

Terus berkarya

Kini, ekopastoral yang dinakhodai oleh Pastor Ignatius Widyarioso OFM, sebagai koordinator umum, tetap eksis. Bersama 13 staf inti, mereka senantiasa mengajak masyarakat untuk mempraktikkan pola PO.

Pemerintah setempat juga menyambut baik kehadirannya. Hal ini tampak dalam berbagai kegiatan pelatihan bersama, perayaan Hari Pangan se-Dunia (HPS) setiap tahun, pengembangan modul pendidikan PO, serta kerjasama dalam penanganan para korban bencana alam dan kegiatan konservasi. Ekopastoral juga bermitra dengan Gereja lokal, yaitu paroki-paroki dan tarekat-tarekat religius, serta sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Saat ini, tantangan terbesar yang dihadapi, yakni melakukan animasi dan memperkuat ikatan petani dalam menolak kehadiran pertambangan di Manggarai. Lewat kerjasama dengan berbagai pihak, ekopastoral tetap berupaya meyakinkan masyarakat bahwa optimalisasi sektor pertanianlah yang menjadi modal bagi peningkatan kehidupan masyarakat. Tantangan lain adalah untuk mengubah pola pikir petani yang dipengaruhi budaya konsumtif dan mental instan.

Benar bahwa apa yang dilakukan ekopastoral masih kecil bila dibandingkan dengan alam dan persoalannya yang begitu besar dan kompleks. Akan tetapi, sekecil apa pun yang kita lakukan atas nama kepedulian, tetap bernilai bagi alam yang rusak ini. Itulah salah satu keyakinan yang menggerakkan ekopastoral untuk tetap semangat berkarya.
 

Ryan Dagur

Sumber: http://www.hidupkatolik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar