Ritual adat Manggarai dibawakan oleh empat tua adat yaitu Michael Encok, Gaspar Saleh, Yakobus, dan Marius Dewan. Dalam ritual adat ini mereka mewakili masyarakat mengungkapkan penyesalan bahwa secara tidak langsung mereka terlibat dalam perusakan hutan. Mereka juga mengungkapkan kekeliruan yang dilakukan oleh pemerintah karena telah ikut membiarkan para pengusaha tambang merusak hutan. Selain itu, keempat juru bicara ini meminta juga kepada ceki-ceki (para leluhur mereka) agar melindungi semua orang yang terlibat dalam gerakan melindungi hutan dari kehancuran dan meminta para leluhur bersama masyarakat memperjuangkan kebenaran hukum sehingga para perusak hutan (pengusaha tambang) tidak datang lagi merusak hutan yang ada di wilayah mereka.
Jumat, 21 Mei 2010
Masyarakat Robek Melakukan Ritual Adat: Tolak Tambang
Hari Kebangkitan Nasional (20/5) tahun ini dirayakan secara lain oleh masyarakat lingkar tambang di Kec Reok, Kab. Manggarai yang menjadi korban dari eksploitasi hutan oleh Perusahaan tambang PT Sumber Jaya Asia (PT SJA). Ratusan orang dari kampung Robek, Gincu dan Jengkalang berbondong-bondong, laki-laki - perempuan, tua muda, dan anak-anak mendatangi lokasi tambang PT SJA yang sudah ditutup oleh Polres Ruteng (28/4) untuk melakukan seremoni adat memohon para leluhur untuk melindungi perjuangan mereka mempertahankan lingkungan alam dari cengkeraman perusahaan tambang.
Sebelum melakukan seremoni adat, masyarakat mengikuti Perayaan Ekaristi di Gua Maria Torong Besi. Gua Maria Torong Besi merupakan tempat wisata rohani bagi umat Katolik. Ia berada di lokasi tidak jauh dari pusat pertambangan. Setelah perayaan ekaristi masyarakat menuju mata air Para Tongang, pusat ritual adat dilakukan. Sejak dulu mata air ini selalu menjadi pusat ritual adat untuk meminta hujan. Tetapi sejak perusahaan tambang masuk, mata air ini kering dan ritual adat tidak bisa dilakukan karena berada area pertambangan.
Ritual adat Manggarai dibawakan oleh empat tua adat yaitu Michael Encok, Gaspar Saleh, Yakobus, dan Marius Dewan. Dalam ritual adat ini mereka mewakili masyarakat mengungkapkan penyesalan bahwa secara tidak langsung mereka terlibat dalam perusakan hutan. Mereka juga mengungkapkan kekeliruan yang dilakukan oleh pemerintah karena telah ikut membiarkan para pengusaha tambang merusak hutan. Selain itu, keempat juru bicara ini meminta juga kepada ceki-ceki (para leluhur mereka) agar melindungi semua orang yang terlibat dalam gerakan melindungi hutan dari kehancuran dan meminta para leluhur bersama masyarakat memperjuangkan kebenaran hukum sehingga para perusak hutan (pengusaha tambang) tidak datang lagi merusak hutan yang ada di wilayah mereka.
Setelah melakukan upacara adat, masyarakat memancangkan “papan kenangan” untuk mengenang dan menunjukan bahwa telah terjadi kerusakan alam-hutan oleh perusahaan tambang. Di atas papan masyarakat menulis: “Tugu Tragedi Kerusakan Hutan Lindung oleh PT Sumber Jaya Asia, No. Izin HK/287/2007, masa berlaku 2007-2012”. Ikut hadir dalam seremoni adat adalah romo Charles Suwandi, Pr dari JPIC Keuskupan Ruteng dan Pater Matius Batubara, OFM dari JPIC OFM. P Matius Batubara, OFM memberi apresiasi atas apa yang dilakukan oleh masyarakat lingkar tambang ini. “Seremoni adat merupakan ungkapan hati masyarakat yang menjadi korban dari pertambangan. Mereka meminta para leluhur agar berjuang bersama mempertahankan hutan yang selama ini memberi kehidupan kepada mereka, tapi dihancurkan oleh perusahaan tambang,” ugkap P Matius Batubara, OFM.***(VD)
Ritual adat Manggarai dibawakan oleh empat tua adat yaitu Michael Encok, Gaspar Saleh, Yakobus, dan Marius Dewan. Dalam ritual adat ini mereka mewakili masyarakat mengungkapkan penyesalan bahwa secara tidak langsung mereka terlibat dalam perusakan hutan. Mereka juga mengungkapkan kekeliruan yang dilakukan oleh pemerintah karena telah ikut membiarkan para pengusaha tambang merusak hutan. Selain itu, keempat juru bicara ini meminta juga kepada ceki-ceki (para leluhur mereka) agar melindungi semua orang yang terlibat dalam gerakan melindungi hutan dari kehancuran dan meminta para leluhur bersama masyarakat memperjuangkan kebenaran hukum sehingga para perusak hutan (pengusaha tambang) tidak datang lagi merusak hutan yang ada di wilayah mereka.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar