Selasa, 15 Juni 2010

Musyawarah Umat Katolik Pantura, Keuskupan Ruteng


P Matius Batubara, OFM sedang memberikan materi kepada para peserta MUKPAR

Ruteng,-Kevikepan Borong, Keuskupan Ruteng mengadakan Musyawarah Umat Katolik Pantai Utara (MUKPAR) (10-13/06/2010) di Dampek, Reok. Peserta musyawarah adalah para imam dan orang-orang beriman Kristiani yang terpilih dari paroki, dengan unsur-unsur yang mewakili guru, tokoh-tokoh adat, pemerintahan, pelayan-pelayan khusus Gereja, orang muda, , petani-petani, pedagang dan politisiKatolik. Paroki-paroki yang termasuk dalam wilyah Pantura yaitu Paroki Dampek, Paroki Benteng Jawa, Paroki Weleng dan Paroki Pota. Jumlah seluruh peserta yang hadir adalah 250 orang. MUKPAR dibuka dengan Misa yang dipimpin oleh Vikep Borong, Rm. Benny Jaya, Pr, dan ditutup juga dalam Misa yang dipimpin oleh Uskup Ruteng, Mgr. Hubertus Leteng, Pr.

Kegiatan MUKPAR ini merupakan bagian dari keprihatinan Gereja Keuskupan Ruteng akan isu-isu krusial yang harus segera ditanggapi antara lain masalah kemiskinan, perubahan iklim, masalah ekologis dan kehutanan, masalah lemahnya pengetahuan agama pada umat Kevikepan Borong umumnya termasuk wilayah Pantura, masalah politik, hubungan dengan agama lain, masih rendahnya sumber daya manusia, masalah pertambangan yang kian menggerogoti bumi Manggarai dan motto atau visi Uskup Ruteng, Mgr. Hubertus Leteng, Pr yang butuh ditanggapi dan diwujudkan secara bersama oleh umat Keuskupan Ruteng.


Semua isu krusial tadi dibahas secara menarik oleh beberapa pembicara, yakni Rm. Manfred Habur, Pr, P. Mateus Leonardus Batubara OFM, Rm. Simon Nama, Pr, Wakil Bupati Manggarai Timur, Andreas Agas, Rm. Kanis Ali, Pr dan Bupati Manggarai Timur, Yoseph Tote.

Secara khusus dalam bidang ekologi, P. Mateus Leonardus Batubara OFM memaparkan realitas sesungguhnya di bidang pertambangan yang ada di wilayah Pantura tepatnya di kampung Serise dan Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur. Realita itu menunjukkan betapa lebarnya jurang antara impian kesejahteraan masyarakat dengan fakta penderitaan masyarakat dan kehancuran lingkungan secara permanen. Kegiatan pertambangan pertama kali masuk di kawasan Pantura pada 1981 oleh PT Aneka Tambang dengan bentuk kegiatan Ekplorasi dan Ekploitasi tepatnya di Lengko Lolok Desa Satar Punda Kecamatan Lambaleda. Kegiatan itu dialihkan kepada PT Istindo Mitra Perdana dan PT Arumbai pada tahun 1997. Kemudian pada tahun 2004 perusahaan itu mulai memperluas wilayah pertambangan di wilayah Serise, Desa Satar Punda Kecamatan Lambaleda. Sejak tahun 2008 Ijin Kuasa Pertambangan (KP) bahan galian golongan B di wilayah Pantura mulai bermunculan seperti jamur di musim hujan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pertambangan Manggarai Timur ada 14 Kuasa Pertambangan (KP) di wilayah Pantura. Munculnya belasan kuasa pertambangan di wilayah Pantura sesungguhnya merupakan indikator adanya agenda terselubung penghancuran ruang - hidup rakyat. Mengapa ? Hal ini dikarenakan :
  1. Belum ada bukti bahwa kegiatan pertambangan yang dilakukan PT Arumbai ramah terhadap lingkungan, tapi justru merusak lingkungan hidup. Hal ini terlihat dari adanya lubang-lubang besar yang menganga di sepanjang pantai utara.
  2. Belum terbukti bahwa kehadiran PT Arumbai mensejahterakan penduduk Serise, tetapi terbukti justru menyengsarakan mereka. Fakta lapangan menunjukkan bahwa dari 152 anak yang ada di Serise: ada 66 anak belum usia sekolah dan 86 anak masuk usia sekolah. Dari 86 anak usia sekolah hanya 50 anak yang masih mengecap pendidikan sementara 36 anak kini tergolong anak putus sekolah. (Data JPIC OFM, 2010)
  3. Tidak terbukti bahwa perusahaan tambang PT Arumbai menepati janji-janji manisnya untuk mensejahterakan masyarakat lokal tetapi terbukti justru mengingkarinya.

Melihat realitas kehancuran ekologis akibat pertambangan dan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh industri pertambangan, saatnya bagi Umat Katolik Pantura (diwakili oleh MUKPAR) untuk berani mengajukan Satu Konsep Tata Ruang Tandingan Wilayah Pantura kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Timur. Konsep Tata Ruang itu harus berdasar rasionalitas publik, akar budaya dan sosial masyarakat setempat. Tata Ruang Wilayah Pantura bukanlah untuk pertambangan yang menghancurkan itu melainkan untuk pembangunan yang berkelanjutan dan keberlangsungan hidup manusia dan lingkungan alam di wilayah Pantura, Manggarai Timur.*** (Valens-Matius Batubara)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar