JAKARTA-- Istilah OBAMA atau Ojek Bawa Mangan kini menjadi populer di Provinsi NTT, khususnya di Pulau Timor. Persoalannya, karena ketatnya upaya pembasmian pengiriman mangan ilegal yang dilakukan para pengusaha pengangkutan membuat mereka menempuh cara dengan membawa mangan menggunakan angkutan sepeda motor atau ojek.
Anggota Komite II DPD RI, Abraham Paul Liyanto mengatakan, ada dugaan, aparat mendapat sesuai dari aktifitas seperti ini sehingga 'OBAMA-OBAMA' ini dengan mudah lolos. Terkait dengan aktifitas ilegal seperti ini, dan untuk menyelesaikan persoalan pertambangan di NTT yang menuai pro dan kontra, perlu dilakukan moratorium pertambangan di NTT.
"Harus ada moratorium dulu, dan kita duduk bersama untuk bicarakan bagaimana baiknya. Kalau pertambangan di NTT ini tidak menjamin keuntungan, dan harus dihentikan, ya kita hentikan, dan harus juga dicari solusi lain untuk memajukan kesejahteraan rakyat," kata Paul dalam jumpa pers di Bakoel Coffie, Jakarta Pusat, Jumat (26/11).
Paul mengatakan, aktifitas pertambangan di NTT belum dijalankan secara baik sesuai konstitusi. "Saya melihat persoalan pertambangan di NTT lebih banyak conflict interestnya. Misalnya ada incumbent yang mau maju pilkada, karena butuh dana banyak, ya dia kasih izin saja, tanpa melihat lagi hak-hak rakyat. Masalah seperti ini harus diselesaikan, ya caranya adalah dengan moratorium," jelas Paul.
Menyinggung pemblokiran area tambang di Sirise, Manggarai Timur, menurut Paul Liyanto, hal tersebut harus menjadi perhatian pemerintah. Pemerintah harus memberi solusi, jangan membiarkan.
Paul Liyanto menyebutkan, dalam pasal 113 UU No 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral jelas tersirat bahwa jika ada tuntutan dari rakyat yang tidak mendukung pertambangan, pemerintah harus bisa memberikan menjawab."Saya melihat ini ada conflict interest dalam masalah pertambangan di Manggarai," kata Paul.
Senator NTT lainnya, Emanuel Babu Eha juga sependapat dengan Paul Liyanto. Menurutnya, pemblokiran area tambang di Sirise Manggarai Timur hanya bisa diselesaikan jika bupati setempat mengambil sikap tegas.
"Semua tergantung kepada bupatinya, kalau bupatinya melihat itu merugikan rakyat, seharusnya bersikap, bukan diam atau tak memberi solusi. Yang punya rakyat adalah bupati, kalau rakyat menuntut hak mereka, harusnya diperhatikan. Kalau diam, kita bertanya ada apa?" jelas Emanuel Babu Eha.
Direktur JPIC-OFM, Peter C. Aman menyebutkan bahwa penolakan masyarakat Sirise terhadap tambang yang dilakukan PT. Arumbai karena selain menyengsarakan rakyat, dimana banyak lahan masyarakat yang sudah dicaplok, juga karena kegiatan eksplorasi tambang di Sirise tidak membawa rejeki bagi masyarakat.
"70 persen rakyat Sirise tidak tamat SD. Itu artinya bahwa mitos tambang mendatangkan rejeki tidak terbukti di Sirise, justru sebaliknya, tambang itu lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Karena itu, pemerintah harus segera mengambil sikap menghentikan ini sehingga masyarakat tidak dikorbankan," pungkas Peter Aman. (aln)
sumber: www.infoindo.com
sumber: www.infoindo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar